Header Ads

sejarah perkembangan filsafat


(wirajuddin)

A.    Pra Yunani Kuno (abad 15-7 SM)

myhumcommblog.files.wordpress.com
 Dalam sejarah perkembangan peradaban manusia. Yakni ketika belum mengenal peralatan seperti yang dipakai sekarang ini. Pada masa itu manusia masih menggunakan batu sebagai peralatan. Masa zaman batu berkisar antara 4 juta tahun sampai 20.000 tahun sebelum masehi. Sisa peradaban manusia yang ditemukan pada masa ini antara lain: alat-alat dari batu, tulang belulang dari hewan, sisa beberapa tanaman, gambar-gambar digua-gua, tempat-tempat penguburan, tulang belulang manusia purba. Evolusi ilmu pengetahuan dapat diruntut melalui sejarah perkembangan pemikiran yang terjadi di Yunani, Babilonia, Mesir, China, Timur Tengah dan Eropa.

       B.    Zaman Yunani kuno (abad-7-2 SM)
Menurut cerita, orang Grik (yunani) dahulunya lebih banyak percaya pada takhayul dan dongeng. Atas kepercayaan ini, orang yunani sangat peka terhadap hal-hal yang ajaib sehingga mereka senantiasa berangan-angan terhadap yang indah-indah, dengan ini pulalah menjadikan mereka mencari pengetahuan semata-mata hanya ingin mengetahuinya  saja.
Setelah bertahun-tahun perubahan demi perubahan dan perkembangan pada alam, menjadikan orang-orang yunani terpikat olehnya, sehingga dibalik kebesaran alam tersebut juga terdapat alam yang lebih kecil dan kompleks, sehingga mereka cenderung memandang dirinya sebagai “microcosmos”. Atas dasar itu mereka senantiasa muncul pertanyaan tentang alam kecil yang ada dalam dirinya. Bagi mereka alam kecil itu merupakan alam lahirnya. Dari keyakinan seperti ini membuat mereka selalu mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti ;”apa wujud lahirku? Apa kewajibanku? Betapa seharusnya sikapku dan dimana seharusnya aku dapatkan kebahagiaan?”.
Plato mengatakan bahwa filsafat dimulai dari ketakjuban. Sikap heran atau ketakjuban itu akan lahir dalam bentuk pertanyaan. Pertanyaan itu memerlukan jawaban. Bila pemikir menemukan jawaban, jawaban itu dipertanyakan lagi karena ia selalu sangsi pada kebenaran yang ditemukannya. Patrick mengatakan, manakala keheranan mereka menjadi serius dan penyelidikan menjadi sistematis, mereka menjadi filosof. Sartre mengatakan bahwa kesadaran manusia berada dalam kesadarannya yang sebenar-benarnya.
Pertanyaan dalam berfilsafat adalah pertanyaan yang mendalam,yangultimate, yang bobotnya berat, misalnya pertanyaan dari Thales, “what is the naturale of the world stuff?” (apa sebenarnya bahan alam semesta ini?), Indera tidak dapat menjawabnya, sains juga terdiam, filosof menjawabnya. Thales menjawab Air. Jawaban ini sungguh belum memuaskan, tetapi Ia mendasari jawabannya dengan dasar yang lumayan.   Katanya  water is the basic principle of the universe  (prinsip dasar alam semesta adalah air karena air dapat berubah dari berbagai wijud, ya, alasan yang lumayan.
Ada lagi salah satu tokoh Yunani yang terkenal pada waktu itu PARMENIDES dengan pendapatnya ”hanya yang ada itu ada” menides tidak mendefinisikan apa itu "yang ada", tetapi dia menyebutkan beberapa sifat­nya yang meliputi segala sesuatu. Menu­rutnya, "yang ada" itu tidak bergerak, tidak berubah, dan tidak terhancurkan. "Yang ada" itu juga tidak tergoyahkan dan tidak dapat disangkal. Kalau orang menyangkal bahwa "yang ada" itu tidak ada, dengan per­nyataannya sendiri orang itu mengakui bah­wa "yang ada" itu ada. Sebab, kalau benar "yang ada" itu tidak ada, orang itu tidak dapat menyangkal adanya "yang ada". Jadi, kenyataan bahwa "yang ada" itu dapat di­tolak keberadaannya menunjukkan "yang ada" itu memang ada, sedangkan "yang tidak ada" itu tidak ada! Sesuatu "yang tidak ada" sama sekali tidak dapat dikatakan atau dipikirkan, apalagi didis­kusikan (disanggah atau diiyakan).
Sebaliknya, "yang ada" itu selalu dapat dikatakan, dipikirkan, dan didiskusikan. Oleh sebab itu, per­nyataan Parmenides ini menjadi terkenal, "Ada dan pemikiran itu satu dan sama." Maksudnya, "yang ada" itu selalu bisa dipikirkan, dan "yang dapat dipikirkan" selalu ada. Parmenides membuat suatu pemisahan tajam antara apa yang kelak disebut "pengetahuan empiris", yakni pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pengalaman atau pencerapan indrawi (empeiria, Yunani), dengan "pengetahuan akal budi" yang murni dan sejati. Jenis pengetahuan yang terakhir ini hanya diperoleh berkat akal budi yang mampu menangkap "ada" yang bersifat satu dan tidak berubah, di balik segala sesuatu yang bersifat indrawi melulu dan tidak mantap. Dengan gaya seorang penyair, Parmenides menantang siapa pun untuk berani memakai daya akal budinya melawan arus pendapat umum, "Jangan biarkan dirimu didesak ke jalan yang salah oleh kuatnya kebiasaan dan pan­dangan umum. Jangan percaya pada penglihatan yang menyesatkan dan telinga yang hanya mengumpulkan bunyi-bunyi. Juga jangan percaya pada lidah: hanya akal budi semata-mata hendaklah menjadi penguji dan hakim segala sesuatu."


       C.     Zaman Pertengahan (Abad 2- 14 SM)
Masa ini diawali dengan lahirnya filsafat eropa. Sebagaimana halnya dengan filsafat Yunani yang dipengaruhi oleh kepercayaan, maka filsafat atau pemikiran pada abad pertengahan pun dipengaruhi oleh kepercayaan kristen. Artinya, pemikiran filsafat abad pertengahan didominasi oleh agama. Pemecahan semua persoalan selalu didasarkan atas dogma agama, sehingga corak pemikiran kefilsafatannya bersifat teosentris . Baru pada abad ke enam masehi, setelah mendapatkan dukungan dari karel agung, maka  Didirikanlah sekolah-sekolah yang memberi pelajaran dramatika,dialegtika,geometri,aritmatika,astronomi dan musik.
Keadaan yang demikian akan mendorong perkembangan pemikiran filsafat pada abad ke 13 yang ditandai berdirinya universitas-universitas dan ordo-ordo. Dalam ordo-ordo inilah mereka mengabdikan dirinya untuk kemajuan ilmu dan agama,seperti anselmus (1033 - 1109), abaelardus  (1079-1143), thomas akuinas (1125-1274).
Dikalangan para ahli fikir islam  (periode filsafat skolastik islam) muncul: alkindi, alfarabii, ibnu sina, algazhali, ibnu majah, ibnu tufail, ibnu rusyd. periode skolastik islam ini berlangsung 850-1200.
Suatu prestasi yang paling besar dalam kegiatan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang filsafat. Disini mereka merupakan mata rantai yang mentransfer filsafat Yunani, sebagaimana yang dilakukan sarjana-sarjana islam di timur terhadap eropa dengan menambah pikiran-pikiran islam sendiri. Para filosof islam sendiri sebagaimana menganggap bahwa filsafat aristoteles benar, plato dan al-qur’an benar. Mereka mengadakan perpaduan dan singkretisme antara filsafat dan agama.Kemudian pikiran-pikiran ini masuk di eropa yang merupakan sumbangan islam yang paling besar pengaruhnya terhadap ilmu pengetahuan dan pemikiran filsafat terutama dalam bidang teologi dan ilmu pengetahuan alam.
Zaman pertengahan (middle age) ditandai dengan para tampilnya theolog di lapangan ilmu pengetahuan. Ilmuwan pada masa ini adalah hampir semuanya para theolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Atau dengan kata lain kegiatan ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran agama. Semboyang pada masa ini adalah Anchila Theologia (abdi agama). Peradaban dunia Islam terutama abad 7 yaitu Zaman bani Umayah telah menemukan suatu cara pengamatan stronomi, 8 abad sebelum Galileo Galilie dan Copernicus. Sedangkan peradaban Islam yang menaklukan Persia pada abad 8 Masehi, telah mendirikan Sekolah kedokteran dan Astronomi di Jundishapur
D.   Perkembangan Filsafat Zaman Modern (17-19 M)
Zaman ini ditandai dengan berbagai dalam bidang ilmiah, serta filsafat dari berbagai aliran muncul. Pada dasarnya corak secara keseluruhan bercorak sufisme Yunani.  Rene descartes  (1596-1650) adalah bapak filsafat modern yang berhasil melahirkan suatu konsep dari perpaduan antara metode Ilmu alam denga ilmu pasti kedalam ilmu filsafat. Paham–paham yang muncul dalam garis besarnya adalah Rasionalisme, Idialisme, dengan Empirisme.
Paham Rasionalisme mengajarkan bahwa akal itulah alat terpenting dalam memperoleh dan menguji pengetahuan. Ada tiga tokoh penting pendukung rasionalisme, yaitu Descartes, Spinoza, dan Leibniz.
Sedangkan aliran Idialisme mengajarkan hakekat fisik adalah jiwa., spirit, Para pengikut aliran/paham ini pada umumnya, sumber filsafatnya mengikuti filsafat kritisisismenya Immanuel Kant. Fitche (1762-1814) yang dijuluki sebagai penganut Idealisme subyektif merupakan murid Kant. Sedangkan Scelling, filsafatnya dikenal dengan filsafat Idealisme Objektif .Kedua Idealisme ini kemudian disintesakan dalam Filsafat Idealisme Mutlak Hegel.
Pada Paham Empirisme mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu dalam pikiran kita selain didahului oleh pengalaman. ini bertolak belakang dengan paham rasionalisme. Mereka menentang para penganut rasionalisme yang berdasarkan atas kepastian-kepastian yang bersifat apriori. Pelopor aliran ini adalah Thomas Hobes Jonh locke,dan David Hume.
Pada abad ke-18, perkembangan pemikiran filsafat mengarah pada filsafat ilmu pengetahuan, dimana pemikiran filsafat diisi dengan upaya manusia, bagaimana cara/sarana apa yang dipakai untuk mencari kebenaran. Tokoh-tokohnya antara lain george berkeley (1685-1753), david hume (1711-1776), rousse au (1722-1778).
Di jerman muncul christian wolf (1679-1754) dan immanuel khan (1724-1804), yang mengupayakan filsafat menjadi ilmu pengetahuan yang pasti dan berguna, yaitu dengan cara membentuk pengertian-pengertian yang jelas dan bukti yang kuat.
Abad ke-19, perkembangan pemikiran filsafat terpecah belah. Pemikiran filsafat pada saat itu telah mampu membentuk suatu kepribadian tiap-tiap bangsa dengan pengertian dan caranya sendiri. Ada filsafat Amerika, filsafat prancis, filsafat inggris, filsafat jerman. Tokoh-tokohnya adalah: Hegel (1770-1831), Karl marx (1818-1883), Aguste comte (1798-1857), JS Mill (1806-1873) John Dewey (1858-1952).
Akhirnya, dengan munculnya pemikiran filsafat yang bermacam-macam ini, berakibat tidak terdapat lagi pemikiran filsafat yang mendominasi. Giliran selanjutnya, lahirlah filsafat kontemporer atau filsafat dewasa ini.

E.     Zaman Kontemporer
Filsafat Dewasa Ini atau Filsafat Abad ke-20 juga disebut filsafat kontemporer. Ciri khas pemikiran filsafat abad ke-20 ini memberikan perhatian yang khusus kepada bidang bahasa dan etika sosial.
Dalam bidang bahasa terdapat pokok-pokok masalah, yaitu arti kata-kata dari arti pernyataan-pernyataan. Masalah ini muncul karena realitas sekarang ini banyak bermunculan berbagai istilah yang cara pemakaiannya sering tidak dipikirkan secara mendalam sehingga menimbulkan tafsir yang berbeda-beda (bermakna ganda ). Maka, timbullah filsafat analitika, yang di dalamnya membahas tentang cara berpikir untuk mengatur pemakaian kata-kata/istilah-istilah yang menimbulkan kereancuan, sekaligus dapat menunjukkan bahaya-bahaya yang terdapat di dalamnya. Karena bahasa sebagai objek terpenting dalam pemikiran filsafat, para ahli pikir menyebutnya sebagai logosentris.
Bidang etika sosial memuat pokok-pokok masalah apa yang hendak kita perbuat di dalam masyarakat dewasa ini.
Kemudian, pada paruh pertama abad ke-20 ini timbul aliran-aliran kefilsafatan, seperti Neo-Thomisme, Neo-Kantianisme, Neo-hegelianisme, Kritika ilmu, Historisme, Irasionalisme, Neo-Vitalisme, Spiritualisme, Neo-Positivisme. Aliran-aliran di atas sampai sekarang tinggal sedikit yang masih bertahan. Sementara itu, pada awal belahan akhir abad ke-20 muncul aliran-aliran kefilsafatan yang lebih dapat memberikan corak pemikiran dewasa ini, seperti filsafat Analitik, filsafat Eksitensi, Strukturalisme, Kritik sosial.
keberhasilan ini kiranya semakin memperkokoh keyakinan manusia terhadap kebesaran ilmu dan teknologi. Memang, tidak dipungkiri lagi bahwa positivisme-empirik yang serba matematik, fisikal, reduktif dan free of value telah membuktikan kehebatan dan memperoleh kejayaannya, serta memberikan kontribusi yang besar dalam membangun peradaban manusia seperti sekarang ini.
Namun, dibalik keberhasilan itu, ternyata telah memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak sederhana, dalam bentuk kekacauan, krisis yang hampir terjadi di setiap belahan dunia ini. Alam menjadi marah dan tidak ramah lagi terhadap manusia, karena manusia telah memperlakukan dan mengexploitasinya tanpa memperhatikan keseimbangan dan kelestariannya. Berbagai gejolak sosial hampir terjadi di mana-mana sebagai akibat dari benturan budaya yang tak terkendali.
Kesuksesan manusia dalam menciptakan teknologi-teknologi raksasa ternyata telah menjadi bumerang bagi kehidupan manusia itu sendiri. Raksasa-raksasa teknologi yang diciptakan manusia itu seakan-akan berbalik untuk menghantam dan menerkam si penciptanya sendiri, yaitu manusia.
Berbagai persoalan baru sebagai dampak dari kemajuan ilmu dan teknologi yang dikembangkan oleh kaum positivisme-empirik, telah memunculkan berbagai kritik di kalangan ilmuwan tertentu. Kritik yang sangat tajam muncul dari kalangan penganut “Teori Kritik Masyarakat”, sebagaimana diungkap oleh Ridwan Al Makasary. Kritik terhadap positivisme, kurang lebih bertali temali dengan kritik terhadap determinisme ekonomi, karena sebagian atau keseluruhan bangunan determinisme ekonomi dipancangkan dari teori pengetahuan positivistik. Positivisme juga diserang oleh aliran kritik dari berbagai latar belakang dan didakwa berkecenderungan meretifikasi dunia sosial. Pandangan teoritikus kritik dengan kekhususan aktor, di mana mereka menolak ide bahwa aturan aturan umum ilmu dapat diterapkan tanpa mempertanyakan tindakan manusia. Akhirnya “Teori Kritik Masyarakat” menganggap bahwa positivisme dengan sendirinya konservatif, yang tidak kuasa menantang sistem yang eksis.



 DAFTAR RUJUKAN


Prof. Dr Tafsir, Ahmad. Filsafat umum. Bandung: Pt Remaja Rosda Karya 2013
Achmadi, Asmoro. Filsafat Umum. Jakarta: rajawali pers 2013




















No comments