sejarah perkembangan filsafat
(wirajuddin)
A. Pra
Yunani Kuno (abad 15-7 SM)
myhumcommblog.files.wordpress.com |
B.
Zaman Yunani kuno (abad-7-2 SM)
Menurut
cerita, orang Grik (yunani) dahulunya lebih banyak percaya pada takhayul dan
dongeng. Atas kepercayaan ini, orang yunani sangat peka terhadap hal-hal yang
ajaib sehingga mereka senantiasa berangan-angan terhadap yang indah-indah,
dengan ini pulalah menjadikan mereka mencari pengetahuan semata-mata hanya
ingin mengetahuinya saja.
Setelah
bertahun-tahun perubahan demi perubahan dan perkembangan pada alam, menjadikan
orang-orang yunani terpikat olehnya, sehingga dibalik kebesaran alam tersebut
juga terdapat alam yang lebih kecil dan kompleks, sehingga mereka cenderung
memandang dirinya sebagai “microcosmos”. Atas dasar itu mereka senantiasa
muncul pertanyaan tentang alam kecil yang ada dalam dirinya. Bagi mereka alam
kecil itu merupakan alam lahirnya. Dari keyakinan seperti ini membuat mereka
selalu mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti ;”apa wujud lahirku? Apa
kewajibanku? Betapa seharusnya sikapku dan dimana seharusnya aku dapatkan
kebahagiaan?”.
Plato
mengatakan bahwa filsafat dimulai dari ketakjuban. Sikap heran atau ketakjuban
itu akan lahir dalam bentuk pertanyaan. Pertanyaan itu memerlukan jawaban. Bila
pemikir menemukan jawaban, jawaban itu dipertanyakan lagi karena ia selalu
sangsi pada kebenaran yang ditemukannya. Patrick mengatakan, manakala keheranan
mereka menjadi serius dan penyelidikan menjadi sistematis, mereka menjadi
filosof. Sartre mengatakan bahwa kesadaran manusia berada dalam kesadarannya
yang sebenar-benarnya.
Pertanyaan
dalam berfilsafat adalah pertanyaan yang mendalam,yangultimate, yang bobotnya berat, misalnya pertanyaan dari Thales, “what is the naturale of the world stuff?”
(apa sebenarnya bahan alam semesta ini?), Indera tidak dapat menjawabnya,
sains juga terdiam, filosof menjawabnya. Thales menjawab Air. Jawaban ini
sungguh belum memuaskan, tetapi Ia mendasari jawabannya dengan dasar yang
lumayan. Katanya water
is the basic principle of the universe (prinsip
dasar alam semesta adalah air karena air dapat berubah dari berbagai wijud, ya,
alasan yang lumayan.
Ada lagi salah satu tokoh Yunani yang
terkenal pada waktu itu PARMENIDES dengan pendapatnya ”hanya yang ada itu
ada” menides tidak mendefinisikan apa itu "yang ada", tetapi dia
menyebutkan beberapa sifatnya yang meliputi segala sesuatu. Menurutnya,
"yang ada" itu tidak bergerak, tidak berubah, dan tidak terhancurkan.
"Yang ada" itu juga tidak tergoyahkan dan tidak dapat disangkal.
Kalau orang menyangkal bahwa "yang ada" itu tidak ada, dengan pernyataannya
sendiri orang itu mengakui bahwa "yang ada" itu ada. Sebab, kalau
benar "yang ada" itu tidak ada, orang itu tidak dapat menyangkal
adanya "yang ada". Jadi, kenyataan bahwa "yang ada" itu
dapat ditolak keberadaannya menunjukkan "yang ada" itu memang ada,
sedangkan "yang tidak ada" itu tidak ada! Sesuatu "yang tidak
ada" sama sekali tidak dapat dikatakan atau dipikirkan, apalagi didiskusikan
(disanggah atau diiyakan).
Sebaliknya, "yang ada" itu
selalu dapat dikatakan, dipikirkan, dan didiskusikan. Oleh sebab itu, pernyataan
Parmenides ini menjadi terkenal, "Ada dan pemikiran itu satu dan
sama." Maksudnya, "yang ada" itu selalu bisa dipikirkan, dan
"yang dapat dipikirkan" selalu ada. Parmenides membuat suatu
pemisahan tajam antara apa yang kelak disebut "pengetahuan empiris",
yakni pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pengalaman atau pencerapan indrawi
(empeiria, Yunani), dengan "pengetahuan akal budi" yang murni dan
sejati. Jenis pengetahuan yang terakhir ini hanya diperoleh berkat akal budi
yang mampu menangkap "ada" yang bersifat satu dan tidak berubah, di
balik segala sesuatu yang bersifat indrawi melulu dan tidak mantap.
Dengan gaya seorang penyair, Parmenides menantang siapa pun untuk
berani memakai daya akal budinya melawan arus pendapat umum, "Jangan biarkan
dirimu didesak ke jalan yang salah oleh kuatnya kebiasaan dan pandangan umum.
Jangan percaya pada penglihatan yang menyesatkan dan telinga yang hanya
mengumpulkan bunyi-bunyi. Juga jangan percaya pada lidah: hanya akal budi
semata-mata hendaklah menjadi penguji dan hakim segala sesuatu."
C. Zaman
Pertengahan (Abad 2- 14 SM)
Masa
ini diawali dengan lahirnya filsafat eropa. Sebagaimana halnya dengan filsafat
Yunani yang dipengaruhi oleh kepercayaan, maka filsafat atau pemikiran pada
abad pertengahan pun dipengaruhi oleh kepercayaan kristen. Artinya, pemikiran
filsafat abad pertengahan didominasi oleh agama. Pemecahan semua persoalan
selalu didasarkan atas dogma agama, sehingga corak pemikiran kefilsafatannya
bersifat teosentris . Baru pada abad ke enam masehi, setelah mendapatkan
dukungan dari karel agung, maka
Didirikanlah sekolah-sekolah yang memberi pelajaran
dramatika,dialegtika,geometri,aritmatika,astronomi dan musik.
Keadaan
yang demikian akan mendorong perkembangan pemikiran filsafat pada abad ke 13
yang ditandai berdirinya universitas-universitas dan ordo-ordo. Dalam ordo-ordo
inilah mereka mengabdikan dirinya untuk kemajuan ilmu dan agama,seperti
anselmus (1033 - 1109), abaelardus
(1079-1143), thomas akuinas (1125-1274).
Dikalangan
para ahli fikir islam (periode filsafat
skolastik islam) muncul: alkindi, alfarabii, ibnu sina, algazhali, ibnu majah,
ibnu tufail, ibnu rusyd. periode skolastik islam ini berlangsung 850-1200.
Suatu
prestasi yang paling besar dalam kegiatan ilmu pengetahuan terutama dalam
bidang filsafat. Disini mereka merupakan mata rantai yang mentransfer filsafat
Yunani, sebagaimana yang dilakukan sarjana-sarjana islam di timur terhadap
eropa dengan menambah pikiran-pikiran islam sendiri. Para filosof islam sendiri
sebagaimana menganggap bahwa filsafat aristoteles benar, plato dan al-qur’an
benar. Mereka mengadakan perpaduan dan singkretisme antara filsafat dan
agama.Kemudian pikiran-pikiran ini masuk di eropa yang merupakan sumbangan
islam yang paling besar pengaruhnya terhadap ilmu pengetahuan dan pemikiran
filsafat terutama dalam bidang teologi dan ilmu pengetahuan alam.
Zaman pertengahan (middle
age) ditandai dengan para tampilnya theolog di lapangan ilmu pengetahuan.
Ilmuwan pada masa ini adalah hampir semuanya para theolog, sehingga aktivitas
ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Atau dengan kata lain kegiatan
ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran agama. Semboyang pada masa ini
adalah Anchila Theologia (abdi agama). Peradaban dunia Islam terutama abad 7
yaitu Zaman bani Umayah telah menemukan suatu cara pengamatan stronomi, 8 abad
sebelum Galileo Galilie dan Copernicus. Sedangkan peradaban Islam yang
menaklukan Persia pada abad 8 Masehi, telah mendirikan Sekolah kedokteran dan
Astronomi di Jundishapur
D. Perkembangan Filsafat Zaman Modern
(17-19 M)
Zaman ini ditandai dengan berbagai dalam
bidang ilmiah, serta filsafat dari berbagai aliran muncul. Pada dasarnya corak
secara keseluruhan bercorak sufisme Yunani. Rene descartes
(1596-1650) adalah bapak filsafat modern yang berhasil melahirkan suatu
konsep dari perpaduan antara metode Ilmu alam denga ilmu pasti kedalam ilmu
filsafat. Paham–paham yang muncul dalam garis besarnya adalah Rasionalisme,
Idialisme, dengan Empirisme.
Paham Rasionalisme mengajarkan bahwa akal
itulah alat terpenting dalam memperoleh dan menguji pengetahuan. Ada tiga tokoh
penting pendukung rasionalisme, yaitu Descartes, Spinoza, dan Leibniz.
Sedangkan aliran Idialisme mengajarkan
hakekat fisik adalah jiwa., spirit, Para pengikut aliran/paham ini pada
umumnya, sumber filsafatnya mengikuti filsafat kritisisismenya Immanuel Kant.
Fitche (1762-1814) yang dijuluki sebagai penganut Idealisme subyektif merupakan
murid Kant. Sedangkan Scelling, filsafatnya dikenal dengan filsafat Idealisme
Objektif .Kedua Idealisme ini kemudian disintesakan dalam Filsafat Idealisme
Mutlak Hegel.
Pada Paham Empirisme mengajarkan bahwa
tidak ada sesuatu dalam pikiran kita selain didahului oleh pengalaman. ini
bertolak belakang dengan paham rasionalisme. Mereka menentang para penganut
rasionalisme yang berdasarkan atas kepastian-kepastian yang bersifat apriori.
Pelopor aliran ini adalah Thomas Hobes Jonh locke,dan David Hume.
Pada
abad ke-18, perkembangan pemikiran filsafat mengarah pada filsafat ilmu
pengetahuan, dimana pemikiran filsafat diisi dengan upaya manusia, bagaimana
cara/sarana apa yang dipakai untuk mencari kebenaran. Tokoh-tokohnya antara
lain george berkeley (1685-1753), david hume (1711-1776), rousse au
(1722-1778).
Di
jerman muncul christian wolf (1679-1754) dan immanuel khan (1724-1804), yang
mengupayakan filsafat menjadi ilmu pengetahuan yang pasti dan berguna, yaitu
dengan cara membentuk pengertian-pengertian yang jelas dan bukti yang kuat.
Abad
ke-19, perkembangan pemikiran filsafat terpecah belah. Pemikiran filsafat pada
saat itu telah mampu membentuk suatu kepribadian tiap-tiap bangsa dengan
pengertian dan caranya sendiri. Ada filsafat Amerika, filsafat prancis,
filsafat inggris, filsafat jerman. Tokoh-tokohnya adalah: Hegel (1770-1831),
Karl marx (1818-1883), Aguste comte (1798-1857), JS Mill (1806-1873) John Dewey
(1858-1952).
Akhirnya,
dengan munculnya pemikiran filsafat yang bermacam-macam ini, berakibat tidak
terdapat lagi pemikiran filsafat yang mendominasi. Giliran selanjutnya,
lahirlah filsafat kontemporer atau filsafat dewasa ini.
E. Zaman Kontemporer
Filsafat
Dewasa Ini atau Filsafat Abad ke-20 juga disebut filsafat kontemporer. Ciri
khas pemikiran filsafat abad ke-20 ini memberikan perhatian yang khusus kepada
bidang bahasa dan etika sosial.
Dalam
bidang bahasa terdapat pokok-pokok masalah, yaitu arti kata-kata dari arti
pernyataan-pernyataan. Masalah ini muncul karena realitas sekarang ini banyak
bermunculan berbagai istilah yang cara pemakaiannya sering tidak dipikirkan
secara mendalam sehingga menimbulkan tafsir yang berbeda-beda (bermakna ganda
). Maka, timbullah filsafat analitika, yang di dalamnya membahas tentang cara
berpikir untuk mengatur pemakaian kata-kata/istilah-istilah yang menimbulkan
kereancuan, sekaligus dapat menunjukkan bahaya-bahaya yang terdapat di
dalamnya. Karena bahasa sebagai objek terpenting dalam pemikiran filsafat, para
ahli pikir menyebutnya sebagai logosentris.
Bidang
etika sosial memuat pokok-pokok masalah apa yang hendak kita perbuat di dalam
masyarakat dewasa ini.
Kemudian,
pada paruh pertama abad ke-20 ini timbul aliran-aliran kefilsafatan, seperti
Neo-Thomisme, Neo-Kantianisme, Neo-hegelianisme, Kritika ilmu, Historisme,
Irasionalisme, Neo-Vitalisme, Spiritualisme, Neo-Positivisme. Aliran-aliran di
atas sampai sekarang tinggal sedikit yang masih bertahan. Sementara itu, pada
awal belahan akhir abad ke-20 muncul aliran-aliran kefilsafatan yang lebih
dapat memberikan corak pemikiran dewasa ini, seperti filsafat Analitik,
filsafat Eksitensi, Strukturalisme, Kritik sosial.
keberhasilan ini kiranya
semakin memperkokoh keyakinan manusia terhadap kebesaran ilmu dan teknologi.
Memang, tidak dipungkiri lagi bahwa positivisme-empirik yang serba matematik,
fisikal, reduktif dan free of value telah membuktikan kehebatan dan memperoleh
kejayaannya, serta memberikan kontribusi yang besar dalam membangun peradaban
manusia seperti sekarang ini.
Namun, dibalik keberhasilan
itu, ternyata telah memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak sederhana,
dalam bentuk kekacauan, krisis yang hampir terjadi di setiap belahan dunia ini.
Alam menjadi marah dan tidak ramah lagi terhadap manusia, karena manusia telah
memperlakukan dan mengexploitasinya tanpa memperhatikan keseimbangan dan
kelestariannya. Berbagai gejolak sosial hampir terjadi di mana-mana sebagai
akibat dari benturan budaya yang tak terkendali.
Kesuksesan manusia dalam
menciptakan teknologi-teknologi raksasa ternyata telah menjadi bumerang bagi
kehidupan manusia itu sendiri. Raksasa-raksasa teknologi yang diciptakan
manusia itu seakan-akan berbalik untuk menghantam dan menerkam si penciptanya
sendiri, yaitu manusia.
Berbagai persoalan baru
sebagai dampak dari kemajuan ilmu dan teknologi yang dikembangkan oleh kaum
positivisme-empirik, telah memunculkan berbagai kritik di kalangan ilmuwan
tertentu. Kritik yang sangat tajam muncul dari kalangan penganut “Teori Kritik
Masyarakat”, sebagaimana diungkap oleh Ridwan Al Makasary. Kritik terhadap
positivisme, kurang lebih bertali temali dengan kritik terhadap determinisme
ekonomi, karena sebagian atau keseluruhan bangunan determinisme ekonomi
dipancangkan dari teori pengetahuan positivistik. Positivisme juga diserang
oleh aliran kritik dari berbagai latar belakang dan didakwa berkecenderungan
meretifikasi dunia sosial. Pandangan teoritikus kritik dengan kekhususan aktor,
di mana mereka menolak ide bahwa aturan aturan umum ilmu dapat diterapkan tanpa
mempertanyakan tindakan manusia. Akhirnya “Teori Kritik Masyarakat” menganggap
bahwa positivisme dengan sendirinya konservatif, yang tidak kuasa menantang
sistem yang eksis.
Prof.
Dr Tafsir, Ahmad. Filsafat umum. Bandung: Pt Remaja Rosda Karya 2013
Achmadi,
Asmoro. Filsafat Umum. Jakarta: rajawali pers 2013
Post a Comment